Dalam dunia produksi lagu professional, terdapat beberapa bagian yang terpisah. Proses rekaman ditangani bagian sendiri, proses mixing pakar lain, proses mastering juga terpisah di tempat lain. Padahal semua proses itu bisa dikerjakan seorang diri oleh sang artis, sebagaimana yang kita temukan di industri musik belakangan ini. Sebut saja Charlie Puth yang memproduksi sendiri musiknya, atau Billie Ellish yang musiknya diproduksi oleh saudaranya, Finneas O'Connell. Di dunia digital ini orang bisa membuat musik tanpa batas hanya dengan modal 7 juta untuk membangun peralatan rekaman. Kira-kira apa tujuannya ada pemisahan tugas sebagaimana yang disebutkan di atas?
Satu jawabannya: perspektif baru.
Photo by Adi Goldstein on Unsplash |
Dalam sebuah wawancara, Chris Lord-Alge (aka CLA), seorang mixing engineer terkenal menyatakan, "Saat mixing aku berpacu dengan waktu, semakin lama mixing berjalan, perspektifku melihat keseimbangan sebuah lagu menjadi semakin kabur..." Pengakuan ini menunjukkan kesalahan terbesar yang sering kita lakukan, yaitu over-process dalam mixing. Berapa kali produser pemula memproses sebuah track seperti snare dan kick berjam-jam dan berujung suaranya semakin hancur tak karuan?
Waktu dan energi adalah sumber daya yang terbatas bagi pekerjaan apapun, terlebih pekerjaan artistik yang tidak ada aturan pakem di dalamnya. Hampir setiap yang berbau seni bersifat relatif, tidak absolut. Sebuah lagu bisa disukai oleh seseorang dan sekaligus dibenci oleh orang lain. Begitu juga perspektif kita, semakin lama mendengar sebuah lagu saat mixing, telinga kita menjadi tumpul mendeteksi kesalahan dan ketidakberesan dalam balancing dan mixing. Kita semakin mudah menganggap wajar kesalahan-kesalahan kecil yang jika dibiarkan akan semakin menumpuk menjadi masalah besar.
Maka di sini keakurasian telinga kita selalu berpacu dengan waktu. Semakin lama telinga mendengar sesuatu, maka semakin tidak objektif dalam menilainya. CLA menyebutkan dia selalu bergerak cepat bekerja dengan fader mixer analog dan automasi untuk menyelesaikan sebuah mix. Maka untuk mengatasi problem perspektif ini ada beberapa tips:
1. Gunakan workflow berjeda dengan durasi tertentu
Saat mulai melakukan mixing gunakan cara kerja (workflow) yang jelas. Biasanya, dimulai dengan mixing kasar (rough mix), dengan mengatur volume. Setelah itu tinggalkan 1-2 hari, baru lakukan mixing detail dengan menggunakan FX dasar seperti EQ, compressor, dan balancing volume, Tinggalkan sekali lagi. Lanjutkan dengan menggunakan special effect seperti Delay dan Reverb untuk mendefinisikan kedalaman mix (depth) per instrumen. Tinggalkan lagi, lalu lanjutkan mastering. Jeda waktu antar proses ini adalah cara untuk memperbaiki perspektif agar lebih objektif dalam menilai sebuah mix dan mengambil tindakan proses mixing.
2. Batasi waktu setiap tahap mixing
3. Gunakan prinsip 20-20-20
Prinsip 20-20-20 maksudnya adalah "setiap 20 menit tataplah ke arah 20 meter dalam waktu 20 detik". Ini penting untuk mengistirahatkan mata kita dari pancaran blue light dari layar monitor. Jeda ini juga bermanfaat untuk mereset fokus dan perspektif agar lebih objektif dalam menilai proses mixing. Tidak ada salahnya diperpanjang dengan berjalan sejenak ke luar ruangan dan mengambil makanan maupun minuman ringan untuk menambah energi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar